Filosofi Pohon Dalam Sejarah


Sejarah berasal dari kata (Syajarah) dalam bahasa arab (شَجَرَةٌ) yang berarti pohon. Pohon tersusun atas 3 bagian utama yang saling berhubungan, yaitu Akar, Batang, dan Tajuk. Tajuk adalah struktur yang tersusun dari kesatuan cabang, ranting, dan dedaunan. Jika ada salah satu dari 3 bagian ini mengalami gangguan, maka pohon tersebut akan terganggu pertumbuhannya, sakit, atau bahkan mati.

Jika dedaunan mengalami gangguan dari hama ataupun virus, maka daun tidak akan bisa melakukan fotosintesis sehingga pohon tidak dapat makanan dan bisa menyebabkan kematian. Jika batang mengalami gangguan, maka pohon tidak dapat berdiri tegak dan memberikan manfaat. Jika akar mengalami gangguan, maka pohon tidak dapat tumbuh dan dapat dengan mudah dicabut atau tercerabut oleh ganasnya angin.

Sejarah dalam kehidupan manusia, terutama umat muslim, adalah akar dari pohon, karena sejarah adalah fondasi utama dari ghirah atau semangat beragama dan berjalan di muka bumi ini. Sejarah juga adalah salah satu metode pembelajaran yang paling efektif dalam menyampaikan pesan. Tengoklah Al-Qur'an. Betapa banyak kisah-kisah umat terdahulu yang disampaikan Allah swt kepada Rasulullah SAW dan kita umatnya. Muhammad Al-Fatih sang penakluk Konstantinopel dalam masa pendidikan bersama guru dan ayahandanya juga diberikan pelajaran dengan diceritakan sejarah dan kisah-kisah para pahlawan islam.

Sejarah juga adalah batang dari pohon tersebut, karena ia menopang berdiri tegaknya seorang muslim dalam berjalan di muka bumi. Ia tidak akan mudah rubuh atau goyah karena hembusan angin yang menerpanya. Ia juga tidak akan mudah koyak oleh tubrukan bebatuan. Karena ghirah akan hebatnya dirinya sebagai muslim dan bangganya ia menjadi muslim telah berakar kuat kedalam sanubarinya.

Muhammad Al-Fatih, manakala jiwanya telah terisi dengan ghirah, menjadi sosok yang tidak mudah goyah dan rubuh diterpa angin kencang. Manakala 1 bulan lebih pengepungan Konstantinopel belum membuahkan hasil melainkan kerugian yang kian menggunung, jiwanya gundah tapi tidak menyerah. Raganya lelah tapi tidak melemahkannya. Karena sejarah-sejarah kepahlawanan sudah menetap disanubarinya, ibadah-ibadah telah ia laksanakan, maka tidak pantas bagi seorang penulis peradaban goyah dan rubuh diterpa angin. Karena baginya, ia hanya akan rubuh manakala Sang Pemilik telah memintanya kembali kepadaNya.

Sejarah juga adalah daun dari pohon tersebut, karena ia menjadi peneduh bagi jiwa-jiwa yang gersang dan haus akan makna siapa jatidirinya dan untuk apa dia bergerak di bumi ini. Ia akan memberikan ketenangan dan kesejukan berupa makna jatidirinya dan contoh-contoh serta hikmah dalam sejarah yang ia butuhkan. Lalu jiwa yang telah basah akan semangat akan kembali berdiri dan menyebarkan manfaat yang ia dapatkan. Sejarah sebagai daun juga menjadi bahan bakar bagi jiwa yang haus akan eksistensinya dihadapan Allah di muka bumi ini.

Muhammad Al-Fatih adalah bukti dari jiwa yang selalu terbakar oleh semangat membuktikan eksistensinya dihadapan Allah. Ia pantaskan diri untuk menjadi pembenar sabda Rasulullah SAW mewakili ayah, kakek, dan buyut-buyutnya serta para sahabat nabi saw yang telah berjuang sebelumnya.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah swt.,

Sudah selayaknya waktu-waktu kita diisi dengan mempelajari ulang sejarah-sejarah. Sejarah islam, sejarah sosok muslimin, sejarah bangsa ini, dan sejarah yang berkaitan dengan pribadi muslim dan kejayaan peradaban muslim.

Sudah selayaknya kita kembali kepada sejarah. Hilangkan dongeng-dongeng fiksi yang senantiasa menghiasi waktu-waktu tidur anak-anak kita. Ganti dengan kisah-kisah nyata dan sejarah kepahlawanan islam, sehingga jiwa anak-anak kita akan tumbuh dengan ghirah untuk membuktikan eksistensinya sebagai seorang muslim dihadapan Allah ketika ia berjalan di muka bumi ini. Bukan berarti kisah-kisah fiksi tersebut tidak bermakna, akan tetapi makna yang lebih besar sudah disediakan oleh islam melalui sejarah-sejarah dan kisah-kisah heroik. 

Biarkan anak-anak kita belajar bahwa untuk mencapai sebuah tujuan besar dibutuhkan pengorbanan yang besar, layaknya kisah saat Rasulullah SAW rela menyetujui Perjanjian Hudaibiyah untuk tidak umroh tetapi Allah balas ketaatannya dengan Fathu Makkah dan islamnya penduduk Mekah.

Biarkan anak-anak kita belajar bahwa kecintaan kepada dunia dan takut akan kematian dapat meruntuhkan kejayaan sebuah peradaban, layaknya saat-saat kejatuhan peradaban Umayyah, Abbasiyah, Andalusia, dan Turki Utsmani.

Karena sejarah adalah pohon. "Maka ambillah pelajaran, wahai orang-orang yang berakal!" (QS: Al-Hasyr ayat 2)

Comments

Popular posts from this blog

Meluruskan Tentang Hadits "Huru Hara 15 Ramadhan"